Minggu, 11 Oktober 2009

Sepenggal kisah waria di Taman Lawang (Sociology project)

Dalam menyelesaikan tugas sosiologi yang bertemakan fenomena sosial, kelompok kami mendapat tugas untuk mewawancarai teman-teman yang berprofesi sebagai waria. Tujuannya adalah agar kita dapat mengetahui fenomena apa saja yang terjadi di dalamnya. Dari wawancara tersebut tentunya kelompok kami dapat mengetahui banyak info yang tidak diketahui orang awam tentang profesi ini.
Kelompok kami berjumlah 6 orang. Kami mencari sejumlah waria di Taman Lawang yang memang terkenal dengan sejumlah waria yang biasa berdiri menjajakan diri di pinggir jalan. Jam 12 malam kami sekelompok setuju untuk menuju Taman Lawang dan mencari para waria tersebut. Pencarian tidaklah berjalan dengan sempurna, banyak sekali hambatan yang kami semua alami. Waria terkenal sebagai pecinta lelaki dan mereka sangat sensitive dengan keberadaan wanita, dan ironisnya kelompok kami semuanya bergender wanita. Itulah yang menjadi hambatan terbesar bagi pencarian. Bertemu waria yang sedang mabuk dan menari telanjang pun menjadi hal yang sangat wajar kami temui disana.
Salah satu waria yang berhasil kami wawancarai bernama Mel. Mbak Mel berkeberatan untuk menyebutkan nama aslinya, kami pun tidak ingin memaksa sehingga dapat menyinggung perasaan mereka. Kami memeilih untuk meneruskan wawancara tanpa memusingkan nama asli dari Mbak Mel. Mbak Mel adalah seorang waria yang berumur 35 tahun. Dari bentuk tubuh dan wajahnya sangatlah tidak terlihat bahwa Mbak Mel berumur 35 tahun. Mbak Mel terlihat begitu muda dan begitu cantik. Tidak kalah cantiknya dengan para wanita sungguhan.
Kegiatan sehari-hari Mbak Mel hanyalah menjajakan diri di Taman Lawang pada malam hari. Sekitar jam 10 malam, Mbak Mel sudah berdandan cantik dan berpakaian menggoda serta bersiap-siap menuju Taman Lawang, tempat dimana ia akan menjajakan dirinya. Pada siang hari, Mbak Mel hanya berkegiatan di rumah kontrakannya. Ia sangat rajin membersihkan rumah kontrakannya yang menurutnya tidak begitu besar itu, dan barulah pada malam hari, Mbak Mel bekerja unutk menyambung hidupnya seorang diri di Jakarta.
Mbak Mel juga menceritakan kegemarannya kepada kami. Hobinya adalah menyanyi, menonton film, dan menari. Apabila ia memilki waktu senggang, ia akan melakukan hobinya. Hobi tersebut sudah ia milki sejak ia kecil hingga sekarang ia sudah berumur 35 tahun. Ketika kami menanyakan mengapa tidak menjadikan hobinya sebagai profesi, Mbak Mel hanya tersenyum manis tanpa memberikan penjelasan apapun tentang pertanyaan kami.
Disamping pekerjaan Mbak Mel yang dianggap remeh oleh banyak orang, Mbak Mel juga seperti manusia pada umunya. Ia juga memiliki cita-cita yang ingin ia capai sejak kecil. Tentu saja, menjadi waria bukanlah cita-citanya. Cita-cita Mbak Mel yang sesungguhnya adalah menjadi seorang guru TK. Ia mendambakan bisa mengajar banyak anak-anak kecil dan membimbing anak-anak tersebut ketika sedang bermain. Sungguh cita-cita yang mulia.
Kami juga tak lupa menanyakan sudah berapa lama Mbak Mel menajalani profesi seperti ini. kami dibuta tesentak kaget dengan jawaban yang Mbak Mel berikan. Ternyata Mbk Mel sudah menjalani profesi ini selama 19 tahun. Sekarang umur Mbak Mel sudah 35 tahun. Itu berarti Mbak mel sudah berprofesi sebagai waria pinggir jalan sejak ia berumur 16 tahun. Bukankah pada umur itu ia seharusnya sedang mengenyam pendidikan di bangku SMA kelas 1? Tapi pada kenyataanya, Mbak Mel tidak seperti remaja pada umumnya. Ketika semua teman sebayanya sedang belajar dan mengikuti pendidikan, ia harus berjuang keras mempertahankan hidup dan memuaskan hasrat yang ia miliki.
Factor pendorong utama yang mengutakan Mbak Mel menjadi waria penjaja seks pinggir jalan adalah factor ekonomi. Mbak Mel juga memilki keluarga. Keluarganya tinggal di desa. Mbak Mel datang ke kota untuk mengadu nasib. Sehingga factor ekonomilah yang menjadi factor yang terkuat.
Mbak Mel pun mengaku senang dan puas ketika harus menjalani profesi ini. selain factor ekonomi, ada hal lain yang membuat kami semua terkejut kaget dengan jawaban Mbak Mel yang sangat jujur. Selain factor ekonomi, ternyata Mbak Mel juga ingin melampiaskan hasrat seks nya denga para pria hidung belang yang membeli jasanya. Mbak mel merasa sangat senang apabila banyak laki-laki yang berparas menarik yang datang unutk menawar atau hanya sekedar menggoda atau memegang-megang alat vitalnya.
Dari kecil, Mbak Mel pun sudah merasakan kelainan ketika melihat sosok seorang pria. Tidak seharusnya Mbak Mel suka atau jatuh cinta pada sesama pria. Tapi sejak itulah ia sadar bahwa ia terlahir dengan kelainan seksual yang ia miliki dan sekarang menjadi profesinya. Keluarga pun mengetahui sejumlah uang yang Mbak Mel kirimkan adalah uang hasil menjajakan diri sebagai waria penjaja seks. Keluarga pun tidak tinggal diam. Keluarga Mbak Mel pun sempat melarang dan mencoba untuk menasehati. Tapi apa boleh buat, Mbak Mel dan keluarganya membutuhkan uang dan terlilit masalah ekonomi. Itulah sebabnya mengapa Mbak Mel akhirnya diijinkan untuk mencari nafkah dengan cara yang tidak halal ini.
Dalam profesi ini, tentulah banyak sekali resiko yang harus Mbak Mel dan teman-teman seprofesinya terima. Resiko terbesar yang sering ia alami adalah aparat KAMTIB (Keamanan dan Ketertiban) yang tidak jarang menjaring dan membawa mereka untuk diperiksa di kantor kepolisian. Mbak Mel pun pernah terjaring dan tertangkap. Mbak Mel mengaku sempat ditahan beberapa hari dan diberikan sentuhan rohani agar Mbak Mel dapat berubah dan kembali ke jalan yang benar. Tetapi ketika sudah dilepaskan dari kantor kepolisian, Mbak Mel pun kembali ke profesinya sehari-hari. Menurutnya, profesi yang sekarang ia jalani adalah panggilan jiwa dan bawaan lahir.
Pendapatan yang Mbak Mel dapatkan setiap harinya, tidaklah sama. Ketika Hari Jumat, Sabtu dan Minggu ( weekend), Mbak Mel mendapat penghasilan yang lebih besar dari pada hari biasa (Hari Senin hingga Hari Kamis). Ketika weekend banyak sekali pengunjung yang datang. Tidak hanya lelaki hidung belang, para wanita normal yang hanya ingin sekedar melihat, menggoda, atau mewawancarai mereka pun tidak jarang datang ke Taman Lawang tempat dimana Mbak Mel bekerja.
Pertanyaan terkahir yang menutup wawancara kami dengan Mbak Mel dan bersiap melanjutkan wawancara dengan waria lainnya adalah apakah ada keinginan dari dalam diri Mbak Mel untuk berubah dan sembuh menjadi laki-laki normal dan meninggalkan profesi ini? dari lubuk hatinya yang terdalam, ia tetap berkeinginan unutk kembali normal. Tapi apabila ia tetap tidak bisa, ia pun tidak akan memaksa dirinya untuk berubah.

2 komentar: